Selasa, Juli 01, 2008

SENGAT LEBAH DI PANDEGLANG


Oleh: Ahmad Turamsili



LATAR BELAKANG
Indonesia adalah negara dengan populasi yang sangat heterogen. Berbeda tidak hanya dari jenis suku saja. Ada perbadaan agama, bahasa, budaya, busana, dan lain sebagainya. Perbedaan tersebut berimplikasi positip juga negatip. Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, perbedaan itu menarik untuk dikaji. Sebagian masyarakat Indonesia telah memiliki kearifan dalam menjaga diri dan lingkungannya agar tetap bersih, sehat dan seimbang.
Beberapa kelompok masyarakat adat memiliki sejumlah ketentuan untuk melindungi alam sekitarnya agar terhindar dari bencana, ada yang menerapkan ketentuan pengelolaan hutan, kebiasaan menjaga kebersihan sungai dan sebagainya. Mereka juga telah lama membangun sistem kesehatan sendiri yang tentu saja dipandang sebagai teknik yang tradisional dan dinyatakan sebagai alternatip, bukan yang utama. Karena sistem pengobatan yang dijadikan arus utama adalah pengobatan cara Barat. Masyarakat kita mempunyai tradisi sendiri, semacam cara mencari pengobatan. Ada masyarakat tertentu yang menggunakan metode bekam (al Hijamah) sebagai upaya menjaga sekaligus teknik mengobati penyakit tertentu, ada pula sekelompok masyarakat yang mengobati penyakit dengan media air dan masih banyak lagi.
Melihat realitas yang demikian, penulis tertarik menyajikan makalah yang mengulas sengat lebah sebagai salah satu metode pengobatan.


METODE
Penulisan ini disusun dari literatur tertulis yang sudah banyak dipublikasikan. Untuk memperkaya makalah ini, penulis melakukan sebuah wawancara dengan seorang pengobat yang menggunakan sengat lebah (apiterapis), yang berdomisili di Pandeglang.


TERAPI SENGAT LEBAH DI KABUPATEN PANDEGLANG.

KILAS SINGKAT. Terapi lebah (apiterapi) dimulai di daratan
Tiongkok dan Timur Tengah, khususnya Mesir. Pengobatan tradisional di Tiongkok memiliki umur ribuan tahun sebelum pengobatan modern mulai bangkit di Eropa. Salah satu bentuk modifikasi akupunktur yang populer di dunia saat ini adalah dengan menggunakan jarum
sengatan lebah madu yang disebut bee acupuncture (tusuk sengat lebah).


Terapi dengan sengat lebah pada dasarnya adalah sebuah metode pengobatan dengan menggunakan bisa lebah. Sengat lebah juga ada yang menyamakan dengan racun lebah, menggunakan zat-zat yang dimasukkan ke dalam tubuh ketika lebah disengatkan.


Adji Suranto dalam buku Terapi Madu (2007) menulis bahwa bisa lebah atau apitoksin sering pula disebut dengan istilah bee venom atau api venom. Bisa lebah merupakan bahan alami yang dihasilkan oleh lebah pekerja. Pada umumnya mereka berasal dari jenis Apis Mellifera, Apis Cerana dan Apis Dorsata.


Bisa lebah dihasilkan oleh kelenjar bisa dan kemudian disimpan dalam sebuah kantong yang berhubungan dengan sengat di ekor lebah. Secara alamiah, lebah hanya menggunakan sengat manakala ia merasa terancam saja. Bila seekor lebah menyengat, bisanya akan habis dan penyengatnya akan tertinggal ditubuh yang disengat, akibatnya lebah pun mati.


Organisasi PBB yang menangani kesehatan dunia: WHO, telah mengakui bahwa penggunaan bisa lebah dari spesies Apis Mellifera sebagai alternatip terapi dalam konfrensi ke II akupunktur lebah dan apiterapi di Nanjing, Cina pada tahun 1993.
Pada umumnya masyarakat beranggapan bahwa disengat lebah sangat tidak menyenangkan. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab mengapa pengobatan dengan bisa lebah kurang diminati dibandingkan dengan metode pengobatan yang lain.


Di Amerika Serikat, penggunaan bisa lebah sebagai bagian dari pengobatan dimulai kembali pada tahun 1980-an ditandai dengan dibentuknya American Apitherapy Society. Sedangkan di benua Asia, perkembangan apiterapi sangat pesat, misalnya di Cina, Jepang, Korea dan Rusia. Hal yang sama juga terjadi di beberapa negara Eropa.


Di Indonesia, perkembangan apiterapi tidak bisa dilepaskan dari nama besar Hembing Wijayakusuma. Ia telah melakukan terapi akupunktur yang dikombinasi dengan bisa lebah spesies Apis Mellifera (apipunktur) sejak tahun 1960. Praktek apipunktur telah dirintis sejak lama, seperti di Yogyakarta, Makasar, Bandung dan Jakarta.

PENGOBATAN SENGAT LEBAH DI PANDEGLANG. Pak Ajid, begitu ia biasa disapa. Pria yang berprofesi sebagai guru ini memiliki keahlian khusus yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Pak Ajid adalah seorang pengobat. Ia mengobati pasiennya dengan menggunakan bisa lebah yang disengat ke dalam tubuh pasiennya.

Bisa lebah adalah salah satu produk yang dihasilkan lebah madu. Sebagaimana kita ketahui lebah madu tidak hanya menghasilkan madu, ia juga menghasilkan bee pollen, royal jelly dan propolis, setidaknya itulah hasil lebah yang mulai dikenal luas oleh masyarakat.


Dengan bekal sertipikat yang diperoleh dari Perhutani di Rumpin, Parung pada tahun 1991 – dan ditambah lagi kursus sengat lebah yang ia ikuti di Apiari Pramuka Cibubur – Pak Ajid mulai melayani masyarakat yang hendak berobat ke rumahnya di Kampung Beunying, Kelurahan Cilaja, Kecamatan Pandeglang, Kabupaten Pandeglang.


Selama ini ia menggunakan bisa dari lebah jenis Apis Cerana. Masyarakat Pandeglang menyebut nama Nyiru atau Nyiruan untuk jenis lebah tersebut. Karena ukurannya yang lebih kecil dari lebah Australia yaitu Apis Mellifera maka ia menerapkan standar perbandingan 1:2 untuk dosis pengobatan yang ia lakukan. Jadi, kalau diperlukan terapi dengan 1 sengatan dari lebah Australia, maka ia menggunakan 2 sengatan dari Nyiru atau Apis Cerana.
Menurut Pak Ajid, masyarakat yang datang pada umumnya menderita penyakit darah tinggi, eksim, sakit kepala, sakit perut, liver, ginjal, rematik, asam urat, tumor, wasir dan masih banyak lainnya. Dengan ekstra hati-hati ia berani mengobati pasien berpenyakit jantung.


Pasien yang datang berasal dari tempat yang sangat bervariasi. Selain pasien dari sekitar rumahnya di Kabupaten Pandeglang, cukup banyak juga orang yang datang dari Jakarta, Depok, Bandung, Rangkasbitung dan Serpong. Di antara mereka ada yang datang karena merasa bosan dengan pengobatan yang mereka jalani di rumah sakit.


Pak Ajid tidak pernah memasang tarif untuk pengobatan yang ia berikan. ”Seikhlasnya saja”, katanya. Tidak jarang, ada pasien yang ”membayar” jasa pengobatan yang dilakukan Pak Ajid dengan buah bahkan hewan seperti ayam atau pun kambing.


Dalam melakukan pengobatan, biasanya Pak Ajid menyengatkan bisa lebah ke titik saraf yang ia identifikasi sebagai jalan yang tepat untuk masuknya bisa lebah. Misalnya, pasien dengan keluhan diare. Pak Ajid menyengatkan 2 ekor lebah di pusar pasien. Pasien yang masuk angin diberi sengatan di bagian punggung. Pengunjung dengan penyakit stroke maksimal diberi 100 kali sengatan. Menurut pengakuan Pak Ajid banyak pasien stroke mengalami kemajuan yang bermakna saat kunjungan kedua atau ketiga. Setiap kali mengobati ia menyengatkan 2 ekor lebah pada kunjungan pertama, kunjungan berikutnya ia gandakan, begitu seterusnya.


Pak Ajid bercerita bahwa hampir setiap hari ia harus melayani pasien yang meminta bantuannya. Ada yang datang ke rumah ada pula yang memanggilnya ke rumah pasien. Pasien membludak biasanya beberapa saat setelah hari raya. Keluhan yang muncul pada umumnya hipertensi.


Nama Pak Ajid semakin lama semakin dikenal luas. Bahkan tawaran kerja sama datang dari beberapa klinik moderen. Pasiennya pun sangat bervariasi hingga pejabat daerah, propinsi bahkan tenaga medis di rumah sakit yang ada di Kabupaten Pandeglang.


Dalam melakukan pengobatan terkadang ia berkonsultasi dengan dokter. Untuk penderita hipertensi misalnya, ia melakukan pemeriksaan tekanan darah sebelum melakukan terapi. Jika memang tekanan darah pasien tersebut tinggi maka sejumlah titik ia sengat. Pak Ajid akan menyarankan kepada pasiennya supaya 24 jam berikutnya sang pasien kembali melakukan pemeriksaan tekanan darah.


Pak Ajid menuturkan bahwa ada beberapa pasiennya yang mengalami efek setelah penyengatan, seperti bengkak, gatal dan badan panas dingin. Jika bengkak yang menjadi keluhan hal tersebut merupakan sebuah kewajaran, karena biasanya bengkak tersebut akan hilang sendiri. Untuk gatal yang dirasakan pasien Pak Ajid menyarankan agar kulit yang gatal tersebut dikompres dengan air hangat. Pernah ditemukan pasien yang pingsan setelah mendapat perlakuan sengat lebah.


Itulah perjuangan Pak Ajid yang selalu siap sedia membantu warga yang membutuhkan pertolongannya, perhatian dari dinas kesehatan setempat memang ada hanya saja belum pernah ada bantuan pemerintah yang datang kepadanya, baik untuk pengembangan sarana, penelitian dan lainnya. Ada atau tidak bantuan dari pihak lain Pak Ajid akan tetap beredar seperti biasanya.


PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK BISA LEBAH
Bisa lebah berwujud cairan bening denga rasa yang tajam dan pahit. Tidak berbau, bereaksi asam dan mempunyai gaya berat jenis 1,1313. Bisa lebah dapat mengering dengan segera pada suhu ruangan dan kadarnya menyusut hingga 30-40% dari berat cairan semula. Konsistensi cairan pun berubah menjadi seperti karet tanpa kehilangan kekuatannya. Bisa lebah tidak dapat diserap oleh selaput lendir usus sehingga tidak akan menimbulkan efek bila ditelan.

KOMPOSISI BISA LEBAH
Bisa lebah banyak mengandung air, enzim-enzim seperti fosfolipase A dan hialuronidase, zat melitin, adolapin, apamin dan MCD-peptida. Setiap zat tersebut memiliki khasiat dan kegunaan masing-masing.

BISA LEBAH SEBAGAI OBAT
Bisa lebah merupakan salah satu produk lebah yang banyak diteliti untuk terapi sejumlah penyakit. Bisa lebah mempengaruhi produksi hormon-hormon tubuh seperti kortisol, adrenalin, noradrenalin dan juga mempengaruhi pengeluaran histamin, suatu zat yang berperan dalam proses alergi. Karena fungsi tersebut, bisa lebah sangat efektif untuk mengobati rematik. Kandungan MCD-peptida bisa lebah dilaporkan 100 kali lebih efektif mengobati rematik dibandingkan dengan obat hidrokortison yang selama ini banyak digunakan. Bersama dengan melitin dan adolapin, zat MCD-peptida memiliki efek antiradang yang alami.

Bisa lebah juga mengandung zat yang bersifat racun terhadap sel sehingga dapat mengobati kanker. Melitin dan fosfolipase A2 dalam bisa lebah dapat melarutkan sel, menghambat pertumbuhan sel, dan membuat sel kekurangan makanan hingga sel tumor akan mati. Melitin dapat merusak lapisan luar sel dan menimbulkan kebocoran sel darah merah (hemolisis). Penelitian memperlihatkan bisa lebah dapat menghambat pembekuan darah, mencegah pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis) dan menghambat tersumbatnya pembuluh darah oleh bekuan darah. Selain sebagai antiradang, bisa lebah juga mengandung sifat antibakteri. Pada dosis tertentu bisa lebah mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Lebah yang sering digunakan untuk terapi sengat lebah adalah jenis Apis Mellifera dan Apis Cerana.

KONTRAINDIKASI
Terapi bisa lebah tidak boleh diberikan pada penderita alergi, penyakit jantung dan tuberkolosis. Terapi bisa lebah juga tidak diperbolehkan untuk menobati sifilis, gonorrhea, infeksi jantung dan penyakit ginjal.

Pak Ajid tentu bukanlah satu-satunya apiterapis yang menggunaan sengat lebah di Indonesia. Masih banyak Ajid lain. Secara teoritis terapi dengan sengat lebah tidak dianjurkan untuk penderita Jantung dan ginjal, akan tetapi Pak Ajid tetap melayani pasien berpenyakit jantung dan ginjal. Ini tentu saja bisa membahayakan pasien meski Pak Ajid melakukannya dengan ekstra hati-hati.

TEKNIK PENGOBATAN BISA LEBAH
Bisa lebah digunakan untuk terapi penyakit dengan beberapa cara, di antaranya: sengat lebah secara langsung, akupunktur yang dikombinasi sengat lebah, suntikan bisa lebah, topikal, elektroforesis, ultrasonoforesis, tablet dan inhalasi.

SEBELUM MEMULAI TERAPI
Sebelum mendapatkan terapi sengat lebah, seseorang haruslah melewati sejumlah prosedur tertentu. Pertama, pasien harus dipastikan diagnosisnya terlebih dahulu lewat pemeriksaan yang teliti dan bila diperlukan lakukan pemeriksaan laboratorium ataupun rontgent. Kedua, setelah didiagnosis penyakitnya, ditentukan apakah ada indikasi untuk diberikan terapi bisa lebah dan perlu diketahui apakah pasien memiliki kontraindikasi, misalnya penyakit alergi, meskipun pasien merasa tidak ada alergi tetap harus dilakukan uji kulit untuk memastikannya.

Pada tingkat aplikasi di lapangan, tidak semua pasien yang diobati Pak Ajid melewati kedua prosedur di atas. Sebagian pasien merasa prosedur tersebut tidak praktis dan tentu memerlukan biaya yang relatif besar. Mereka berani berobat karena berpikir meski salah terapi toh tidak banyak efek samping yang ditimbulkan. Kecuali pasien yang merasa bosan berobat ke rumah sakit, prosedur maksimal yang ditempuh sebelum terapi adalah pemeriksaan tekanan darah saja.

PENYAKIT YANG BISA DIOBATI
Terapi bisa lebah banyak diaplikasikan untuk mengobati berbagai penyakit. Misalnya; rematik, sklerosis, luka parut, penyakit mata, gangguan saraf, penyakit kulit, kecanduan narkotika, hipertensi, malaria, gangguan pra haid, dan sindrom kelelahan kronis.


KESIMPULAN
Bisa lebah merupakan salah satu produk lebah yang banyak diteliti untuk terapi sejumlah penyakit. Misalnya; rematik, sklerosis, luka parut, penyakit mata, gangguan saraf, penyakit kulit, kecanduan narkotika, hipertensi, malaria, gangguan pra haid, dan sindrom kelelahan kronis.

Terapi bisa lebah tidak boleh diberikan pada penderita alergi, penyakit jantung, tuberkolosis, sifilis, gonorrhea, infeksi jantung dan penyakit ginjal.

Sebelum mendapatkan terapi sengat lebah, seseorang haruslah melewati dua prosedur. Pertama, pasien harus dipastikan diagnosisnya terlebih dahulu lewat pemeriksaan yang teliti dan bila diperlukan lakukan pemeriksaan laboratorium ataupun rontgent. Kedua, setelah didiagnosis penyakitnya, ditentukan apakah ada indikasi untuk diberikan terapi bisa lebah dan perlu diketahui apakah pasien memiliki kontraindikasi.

Pemerintah seharusnya mendukung upaya masyarakat dalam mencari dan mengembangkan sistem pengobatan alternatif. Diperlukan fasilitasi yang memadai agar terapis memiliki standar pelayanan tertentu yang aman.

Perlu dikembangkan pengobatan yang terintegrasi antara model Barat dan tradisional. Sehingga masyarakat memiliki pilihan yang luas dan sama baiknya dalam upaya mencari pengobatan.


REFERENSI


Suranto, A. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agromedia Pustaka.


Suranto, A. 2007. Terapi Madu. Jakarta: Penebar Plus+.


Hamad, Sa’id. 2007. Terapi Madu. Jakarta: Pustaka Iman.


Harian Suara Karya on-line. Minggu 1/1/2006. Prof HM Hembing Wijayakusuma, ahli pengobatan tradisional dan akupunktur; Ketua Umum Himpunan Pengobat Tradisional & Akupunktur se-Indonesia (Hiptri).
...
Wawancara dengan Pak Ajid, pengobat sengat lebah di Kabupaten Pandeglang melalui telepon pada tanggal 23 Desember 2007.

Minggu, Juni 29, 2008

FILARIASIS di DEPOK. Disusun oleh Ahmad Turamsili


Depok Endemi Kaki GajahSenin, 21 November 2005 04:35 WIB
TEMPO Interaktif, Depok: Sebanyak 11 warga Kelurahan Tapos, Cimanggis, Depok, positif mengidap penyakit kaki gajah (filariasis). Hal itu diketahui dari sekitar 505 warga yang diambil contoh darahnya pada 24 Oktober lalu. "Setelah dites laboratorium, ternyata mereka positif mengandung mikrofilaria (cacing penyebab penyakit kaki gajah)," kata Ani Rubiani, Kepala Bidang Pencegahan, Pemberantasan Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Depok, kemarin. Menurut Ani, warga yang diteliti berada di 5 RT wilayah Kelurahan Tapos. Daerah ini dinyatakan endemis, karena dari 505 orang yang diambil sampel darahnya, lebih dari satu persen positif terkena kaki gajah. Adapun media perantara timbulnya mikrofilaria melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. "Jika penderitanya lebih dari satu persen dari jumlah sampel, bisa dikategorikan endemis," ujarnya. Berdasarkan data kantor Dinas Kesehatan Depok, selain Kelurahan Tapos, penyakit kaki gajah pernah menyerang warga Kelurahan Duren Seribu, Kelurahan Krukut, dan Kelurahan Grogol. "Kasus di tiga wilayah itu sudah kami tangani," katanya.Agar penyakit ini tidak terus menjalar, menurut Ani, harus ditangkal secara massal. Misalnya, pemberian obat dengan cara diminum atau disuntikkan kepada penderita. "Nama obatnya Dietil Carbamazine Citrate. Pemerintah sudah menyediakan," tuturnya sambil menambahkan, meski tidak ada korban jiwa karena penyakit ini, pengobatan dilakukan setiap tahun. Dari pantauan Tempo, kondisi lingkungan warga yang terserang kaki gajah tampak kurang terjamin unsur kesehatannya. Selain lembab oleh rimbunnya tumbuh-tumbuhan, sanitasi air tidak lancar. Kendati permukimannya tidak padat, warga kurang menjaga kebersihan dan terkesan kumuh. Manih, salah satu korban, mengaku menderita kaki gajah sejak tiga tahun lalu. Tangan kiri dari siku sampai ujung jari kakek berusia 50 tahun, warga Kampung Kebayunan RT 2/19, itu tampak bengkak. "Awalnya gatal dan panas," katanya.Gejala berikutnya, Manih menjelaskan, badannya demam dan pada lengannya timbul bercak merah dan kesemutan. "Kalau kambuh, saya sering demam dan sesak napas. Saya sudah berobat ke mana-mana, tapi tak sembuh-sembuh," ujarnya. Yang pernah didatangi Manih, selain Rumah Sakit Simpangan, Depok, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, berikut sejumlah dokter di wilayah Depok serta beberapa paranormal. Surtina, 54 tahun, mengalami penderitaan yang sama. Kader Posyandu Anyelir ini terserang filariasis pada kaki kiri mulai lutut hingga ujung jari. Tukang pijat yang pernah memperoleh penghargaan akupunktur ini mengaku lebih dari 10 tahun kakinya digerogoti penyakit. Saat kumat, selain demam, pada kakinya keluar bintik-bintik merah. "Saya kadang seperti orang kesurupan, badan menggigil," ujarnya sambil mengelus kakinya yang bengkak. "Ini adalah ujian dari Allah, mau gimana lagi," ujarnya. Rini Kustiani-Tempo

...

Pengertian
Filariasis adalah penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan apabila penderita tidak segera memperoleh pengobatan dapat mengakibatkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki.
Filariasis ditemukan di daerah tropis
Asia, Afrika, Amerika tengah dan selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit (Wikipedia).

Filariasis di Indonesia telah dikenal sejak lama. Menurut beberapa laporan hingga saat ini hanya diketahui tiga spesies filaria sebagai penyebabnya. Mereka adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Dampak psikososial filrariasis lebih dirasakan oleh penderita. Sebab penderita filariasis sangat mungkin akan menyandang cacat selama hayatnya. Penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya sangat tergantung kepada orang lain.

Di Indonesia penyakit kaki gajah tersebar luas hampir di seluruh propinsi. Berdasarkan laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten 26 propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas.

Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah. Gejala klinis Filariasis akut adalah berupa demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat, pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit, radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis), filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah, pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejala klinis yang kronis: berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
DiagnosisDiagnosis filariasis dapat ditegakkan secara Klinis yaitu bila seseorang tersangka Filariasis ditemukan tanda-tanda dan gejala akut ataupun kronis, dengan pemeriksaan darah jari yang dilakukan mulai pukul 20.00 malam waktu setempat, seseorang dinyatakan sebagai penderita Filariasis, apabila dalam sediaan darah tebal ditemukan mikrofilaria.

Pencegahan
Menghilangkan sumber infeksi. Mengobati semua penderita, baik individual maupun secara massal di daerah-daerah endemik, dalam hal ini Kota Depok. Tetapi, untuk filariasis malayi sedikit lebih sulit, sebab di samping manusia sebagai sumber infeksi, juga binatang-binatang peliharaan seperti anjing, kucing, kera merupakan sumber infeksi.

Menghindari gigitan nyamuk. Menghindari kontak dengan vektor. Dapat dilakukan usaha-usaha, misalnya tidur memakai kelambu, memasang kawat kasa pada lubang angin atau jendela rumah dan memakai obat pengusir nyamuk.

Memberantas vektor. Membunuh nyamuk-nyamuk, baik bentuk dewasa maupun larvanya dengan pestisida. Memusnahkan tempat-tempat perindukan nyamuk dengan meningkatkan kebersihan lingkungan. Misalnya membersihkan got-got dan tumbuh-tumbuhan air dan kegiatan PSN: Pemberantasan Sarang Nyamuk.

Pengobatan :Pengobatan secara massal dilakukan di daeah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) yang dikombinasikan dengan Albenzol sekali setahun selama 5 - 10 tahun, untuk mencegah reaksi samping seperti demam, diberikan Parasetamol, dosis obat untuk sekali minum adalah, DEC 6 mg/kg/berat badan, Albenzol 400 mg albenzol (1 tablet ) ; pengobatan missal dihentikan apabila Mf rate sudah mencapai <>Daniel. Filariasis Limfatik di Indonesia. RACIKAN UTAMA - Edisi Maret 2006 (Vol.5 No.8), Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Maret 2006. Senin, 28 April 2008/18.20 wib.

http://id.wikipedia.org/wiki/Filariasis. Kategori: Penyakit. Senin, 28 April 2008 /18.34 wib.

Lasbudi P. Ambarita. PERAN SERTA MASYARAKAT (PSM) DALAM PENEMUAN KASUS FILARIASIS DI DESA ENDEMIS DI PUSKESMAS BETUNG KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2005. Diperoleh dari internet, Senin, 28 April 2008/19.00 wib.





Gangguan Akibat Kekurangan Yodium:

GAKY, atau Gangguan Akibat Kekurangan Yodium merupakan salah satu masalah yang muncul sejak lama. Pada awalnya, hubungan unsur yodium dengan gondok endemik dilihat sebagai hubungan secara langsung yang ditunjukkan dengan praktek kedokteran Cina yang menggunakan biji ganggang Sargassum dan Laminaria japonica yang kaya yodium sebagai obat gondok.
Akan tetapi, mulai tahun 1960-an pandangan para ahli terhadap defisiensi yodium berubah dari memandang defisiensi yodium berakibat pada gondok endemik dan kretin endemik saja ke perubahan yang lebih luas.
Dengan demikian istilah ‘defisiensi yodium’ dahulu yang diidentikkan dengan ‘gondok endemik’ digantikan dengan “gangguan akibat kekurangan iodium’ yang efeknya amat luas, dapat mengenai semua segmen usia sejak dikandung ibu hingga pada orang dewasa.

Neonatus dan Ibu hamil
Ketika kita bicara mengenai neonatus dan ibu hamil maka terbayang proses pertumbuhan fetus intrauterin, yang umumnya mengikuti satu pola. Perkembangan otak dan intelegensi tepat mutlak perlu untuk manifestasi yang ‘sempurna’ di kemudian hari.
Perkembangan fetus ibu hipotiroidisme primer yang hamil berbeda dengan perkembangan fetus ibu hipotiroidisme yang disebabkan karena defisiensi yodium. Patofisiologi yang jelas dan tegas belum terbukti hingga sekarang, sebab model binatangnya belum ditemukan. Sumbangan pengetahuan di atas tidak hanya penting untuk memahami dan mendalami peristiwa yang terjadi di daerah dengan defisiensi berat saja (dengan adanya sindrom GAKI, lebih-lebih mekanisme terjadinya kretin endemik baik miksudematosa maupun kretin tipe nervosa) tetapi juga penting untuk upaya pencegahan.

Langkah Preventip
Untuk pencegahan, dibutuhkan informasi yang cukup tentang sebab. Bagi yang bersebab tunggal pencegahannya tunggal (cf :vaccinasi). Bagi bersebab banyak, multifaktorial pencegahan juga menghilangkan faktor risiko tersebut. Bagi GAKI upayanya dengan memberikan unsur yodium.
Bagaimana peran pemberian unsur yodium dalam bentuk garam beryodium dalam berbagai bentuk (garam curai, garam briket, shelf-lifenya, penyebarannya, harga, tingkat konsumsinya) perlu diteliti lebih lanjut. Juga larutan yodium dalam minyak diberikan secara oral (OIO, oral iodinated oil) maupun suntikan, efek obat ini berjangka panjang: oral dapat diberikan setiap 6-12 bulan sekali sedangkan suntikan 3-4 tahun sekali. Di daerah tertentu melarutkan yodium (bentuk tetesan atau slow-release products) dalam air minum atau sumur.
Pemberian suntikan lipiodol sebelum diproduksi yodiol pun sebenarnya memberi hasil baik dan terlihat dari menurunnya prevalensi gondok, tercegahnya variabel kretin, misalnya EEG bayi dan sebagainya. Meskipun demikian masih ditemukan gejala sisa di replete area.
Walaupun begitu dengan dosis yang diberikan sekarang ini, dan dengan kriteria beratnya masalah dinilai dari prevalensi anak sekolah, masih cukup banyak ibu hamil yang rawan GAKI bagi anak yang dikandungnya. KIE. Penanggulangan GAKI sering dilupakan orang adalah KIE ini. Meskipun nampaknya sebab GAKI telah diketahui dan juga sarana pencegahannya dikuasai, namun hasilnya belum seperti yang diharapkan. Dalam bidang public health, litbang gizi telah melihat berbagai aspek baik dalam hubungannya dengan program pencegahan gangguan gizi lain, misalnya kadar yodium dalam ASI ibu menyusui yang mendapat yodiol, kestabilan yodium dalam garam di pelbagai masakan Indonesia dan pengaruh yodium tinggi pada reaksi vaksinasi.
Berhasil tidaknya upaya penanggulangan masalah GAKY di masyarakat, di samping sistem penanggulangan sendiri di tingkat program, tidak kalah pentingnya adalah masalah lingkungan dan sosial budaya yang ada di masyarakat.
Secara terperinci, menjelaskan bahwa dampak kekurangan yodium, di samping kretin endemik adalah (1) kemampuan mental dan psikomotor berkurang (2) angka kematian perinatal meningkat, demikian gangguan perkembangan fetal dan pasca lahir (3) hipotiroidisme neonatal banyak ditemukan di daerah dengan endemik berat (4) pada penduduk normal ditemukan hipotiroidisme klinis dan biokimiawi (5) di daerah gondok endemic kadar yodium air susu ibu lebih rendah dibandingkan dengan daerah non endemic (0,44 vs 10,02 ug/dl) (6) pada otak terlihat kalsifikasi ganglion basal, hipofisis membesar, tetapi arti klinik belum diketahui (7) terdapat minimal brain damage di daerah yang terkesan sudah iodine replete, dengan IQ point yang terlambat 10-15 point meskipun status tiroid sudah kembali normal (8) ada keterlambatan per-kembangan fisik anak, misalnya lambatnya mengangkat kepala, tengkurep, berjalan, hiporefleksi, strabismus konvergen, hipotoni otot.

Upaya Preventip Terkait dengan Sosial Budaya
Setelah melalui pengkajian yang seksama baik dari segi teknis maupun operasional, ditetapkan bahwa garam merupakan bahan makanan yang paling cocok dan memenuhi kriteria untuk dilakukan fortifikasi.
Di Indonesia, penggunaan garam beryodium dengan kadar yodium 40 ppm, dengan anggapan konsumsi garam 10 gram sehari, sehingga konsumsi 400 g potassium iodine per hari dan ini sesuai dengan 237 gram iodide.
Konsumsi dalam keluarga juga dipengaruhi oleh faktor persepsi dan aseptasi terhadap penanggulangan kekurangan yodium dalam masyarakat.
Persepsi merupakan hasil proses pengamatan yang berasal dari komponen kognisi. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, wawasan, pemikiran dan pengetahuannya. Proses pembentukan persepsi meliputi proses konseptualisasi dan abstraksi.
Pada tahap ini bahasa memegang peranan yang sangat penting. Hal ini disebabkan, bahasa merupakan alat untuk menyederhanakan dan mengkategorisasikan berbagai stimulus yang sampai kepada individu. Melalui bahasa, kognisi individu dan segala sesuatu digambarkan dan dikomunikasikan. Proses kognisi akan mempengaruhi pembentukan persepsi. Reaksi tiap individu terhadap seseorang atau segala sesuatu yang ada di sekitarnya dibentuk oleh apa yang dia lihat atau dunia kognisinya.
Sebenarnya Health Belief Model dikembangkan dari teori perilaku, yang antara lain berasumsi bahwa perilaku seseorang tergantung pada: (1) nilai yang diberikan individu pada suatu tujuan; dan (2) perkiraan individu terhadap kemungkinan bahwa perilakunya akan dapat mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan hasil temuan di Jawa Tengah diketahui bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap lipiodol suntik dan garam beryodium sangat rendah. Pada umumnya responden dalam studi tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 66,7% belum pernah mendengar suntikan lipiodol baik di daerah gondok endemik sedang maupun berat. Rendahnya pemahaman mengenai kapsul yodium disebabkan karena rendahnya pelaksanaan penyuluhan akan manfaat kapsul yodium di dalam masyarakat. Penggunaan garam beryodium dalam rangka iodisasi juga ada masalah, mengingat bahwa penguapan kadar yodium dalam garam menyebabkan turunnya kadar yodium. Tidak satupun kebudayaan di dunia ini yang bebas dari pantangan terhadap makanan tertentu. Biasanya pantangan tersebut diberlakukan terhadap golongan masyarakat atau individu berdasarkan umur, jenis kelamin, agama, yang ada di dalam sistem sosial.
Ibu yang sedang hamil atau menyusui merupakan individu yang biasanya diberlakukan terhadap pantangan makanan yang sukar diterangkan secara alamiah yang akan berpengaruh pada bayi. Biasanya jenis makanan yang dilarang adalah susu, telur, ikan asin, ikan segar, dan sebagainya. Ikan, susu, telur, merupakan makanan sumber protein yang sangat baik dan diperlukan bagi ibu hamil maupun menyusui.

Penilaian Masalah GAKY di Indonesia
Hasil survei nasional membuktikan bahwa status GAKY di sebagian besar daerah di Indonesia membaik secara nyata. Kriteria diatas didasarkan atas TGR anak sekolah, namun TGR wanita hamil selalu lebih tinggi. TGR anak sekolah yang baik (non-endemik / ringan) belum menjamin bahwa wanita hamil di daerah tersebut bebas dari rawan GAKY, untuk ini diperlukan tolok ukur tambahan. Di daerah lain ( Maluku, NTB, NTT dsb) masih termasuk endemi berat. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan gondok ini, tetapi faktor utama masih tetap defisiensi yodium.



Faktor-faktor yang Dianggap Berkaitan dengan Kejadian Gondok pada Siswa SD di Daerah Dataran Rendah

Spektrum GAKY seluruhnya terdiri dari gondok dalam pelbagai tingkat (stadium), kretin, terhambatnya pendengaran, gangguan pertumbuhan pada anak dan orang dewasa, kejadian lahir mati meningkat, demikian juga dengan kematian bayi. Kekurangan unsur Iodium terutama dipengaruhi faktor lingkungan yang keadaan tanah dan airnya amat miskin unsur iodium, akibatnya penduduk yang tinggal di daerah tersebut akan selalu kekurangan iodium. Di Jawa Timur, penanggulangan GAKY merupakan prioritas utama dalam penanggulangan masalah gizi. Masalah GAKY di Jawa Timur berdasarkan survei GAKY nasional yang dilakukan pada tahun 1998, prevalensi gondoknya cukup tinggi (16,3 %).

Prevalensi GAKY Berdasarkan Hasil Palpasi Kelenjar Gondok
Pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi) dilakukan pada seluruh anak SD Negeri Kejayan I (kelas 1 sampai dengan kelas 6) sejumlah 203 (dua ratus tiga) anak sesuai jumlah yang hadir.
Sebagian besar anak yang menjadi sampel (97,96%) adalah penduduk asli di daerah penelitian (tinggal di daerah penelitian sejak lahir) dan hanya 2,04% yang bukan berasal dari daerah penelitian, namun mereka sudah tinggal di daerah penelitian selama minimal 7 (tujuh) tahun. Sebagian besar anak (55,10%) berada pada kisaran umur 11 – 12 tahun, dengan ratarata umur 10,86 tahun dan SD = 1,21. Berdasarkan jenis kelamin 36,7% laki-laki dan 63,3% perempuan. Semua anak (100%) tidak pernah mendapat suntikan lipiodol. Sebagian besar (91,8%) anak pernah mendapat kapsul minyak beriodium, hanya 8,2% tidak pernah mendapat kapsul minyak beriodium.

Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Iodium dan Goitrogenik
Diketahui bahwa sebagian besar anak (73,5%) di daerah penelitian tidak pernah mengkonsumsi ikan tawar basah dan 100% anak SD juga tidak mengkonsumsi ikan tawar kering (dalam satu tahun terakhir). Ikan laut basah hanya dikonsumsi kurang dari tiga kali per minggu (18,4%) dan dikonsumsi 3-5 kali per minggu (4,1%). Hanya 12,2% anak SD mengkonsumsi ikan laut basah dalam frekuensi 1 kali per hari, 6,1% mengkonsumsi 2 kali sehari dan 4,1% mengkonsumsi 3 kali sehari. Tampaknya ikan laut basah/segar belum masuk dalam pola konsumsi harian anak SD. Faktor lain yang diduga ikut berperan dalam menimbulkan kejadian gondok adalah miskinnya Iodium dalam air minum (dan tanah) 22. Sumber air minum keluarga pada umumnya (40,8%), berasal dari Air PAM, mata air (34,8%) dan 20,4 % air sumur. Sebelum mengkonsumsi air minum pada umumnya responden (65,3%) merebus air sampai mendidih. Berdasarkan palpasi kelenjar gondok, ditemukan Total Goiter Rate sebesar 23,65% dan Visible Goiter Rate sebesar 0,98%, daerah penelitian tergolong daerah endemik sedang. Bila ditinjau dari nilai median Iodium urin (253 ug/l), maka daerah penelitian belum termasuk daerah endemik gondok (masih di atas 100 ug/l).
Perlu dilakukan upaya membudayakan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) agar anak SD dapat memenuhi kecukupan gizinya, terutama meningkatkan konsumsi pangan sumber energi dan Iodium yang masih kurang dari kecukupan yang dianjurkan.
Diperkirakan prevalensi gondok dunia adalah 12%. Dari 5 milyar lebih penduduk dunia, sebanyak 38% atau sekitar 2.2 milyar penduduk berisiko kekurangan iodium karena bertempat tinggal di daerah kekurangan iodium dimana TGR lebih dari 5%.
Data yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa dari 6 milyar lebih penduduk 159 negara, sekitar 50% kekurangan iodium dan 3% kelebihan iodium.
Daerah basis kekurangan iodium di Indonesia ditemukan di seluruh kepulauan mulai dari Sumatera di bagian barat hingga Papua di bagian timur. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKY) di masa lalu identik dengan gondok yaitu pembesaran kelenjar tiroid.

Total Goiter Rate
TGR anak sekolah untuk tingkat nasional tahun 1996/1998 adalah 9.8% sedangkan tahun 2003 adalah 11.1%. Propinsi dengan TGR tertinggi tahun 1996/1998 maupun tahun 2003 adalah Maluku yaitu 33.39% dan 31.6%. Propinsi dengan TGR yang terendah tahun 1996/1998 adalah Riau yaitu 1.1% sedangkan tahun 2003 Sulawesi Utara yaitu 0.7%. Intensitas dari kekurangan yodium dapat dilihat dari pembesaran kelenjar gondok.
Hubungan TGR Anak Sekolah dengan Konsumsi Garam Beriodium Rumah Tangga Hubungan antara TGR dan proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium dalam suatu daerah adalah negatip, berarti semakin tinggi proporsi rumah tangga yang mengkonsumsi garam beriodium semakin rendah TGR.
Indikator TGR telah sejak lama digunakan di Indonesia dalam survei maupun sebagai dasar penetapan kebijakan program penanggulangan GAKY. TGR tidak menunjukkan penurunan dalam 1998-2003 walaupun dilaksanakan program penanggulangan intensif. Masalah yang sering dijumpai pada palpasi kelenjar tiroid adalah inter-observervariation (variasi antar palpator) demikian juga nilai sensitivitas dan spesifisitas. Sebagian pakar dan lembaga yang kompeten di bidang GAKY yang tidak lagi merekomendasikan penggunaan indikator TGR untuk memantau kemajuan eliminasi GAKY.

Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Garam Beryodium di Rumah Tangga: Sebuah Studi Kasus di Probolinggo.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden memilih atau menyediakan bentuk garam beryodium dengan alasan beryodium penting bagi kesehatan sebesar 67,2%. Responden yang tidak pernah membeli atau menyediakan garam beryodium sebesar 32,8%. Diantara 32,8% responden yang tidak pernah membeli atau menyediakan garam beryodium tersebut beralasan: karena hanya tersedia bentuk garam itu saja (42,9%), harga garam beryodium lebih mahal (19,0%) dan dengan alasan tidak tahu (28,6%). Adapun tempat membeli garam konsumsi sehari-hari responden adalah toko/warung dekat rumah (98,4%) dan dari tambak sebesar 1,6%.
Sebagian besar pedagang garam setuju jika garam non yodium tidak beredar di pasaran (66,7%) atau ada peraturan larangan menjualnya (83,3%). Oleh karena garam non yodium banyak beredar di pasaran dan dengan alasan untuk memenuhi permintaan konsumen, maka sebagian besar pedagang juga menyediakan garam non yodium (terutama dalam bentuk krosok). Sebagian besar pedagang sebenarnya sudah mendengar dan mengetahui manfaat garam beryodium, yaitu: untuk mencegah gondok (76,7%).
Tingkat pengetahuan responden tentang garam beryodium masih kurang. Sikap responden terhadap ketersediaan garam beryodium di rumah tangga sebagian besar mendukung, namun karena pada umumnya pedagang masih menyediakan garam non yodium di tingkat pasar, maka hal ini berdampak pada rendahnya ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga. Hanya sebesar 34,8% garam di tingkat pasar kan-dungan yodiumnya cukup, Warung/toko yang termasuk kriteria baik hanya 20%. Dapat dikatakan bahwa ketersediaan garam yodium di tingkat pasar kurang. Tingkat pendidikan responden, tingkat pengetahuan dan sikap responden tentang garam beryodium serta ketersediaan garam beryodium di tingkat pasar berhubungan dengan ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga.

Sumber Jurnal: Internet
Djoko Kartono, dkk. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 5, N0; 1 April 2006. Indikator Total Goiter Rate (TGR) Anak Sekolah Sebagai Dasar Kebijakan Program GAKY di Indonesia.
Triyono dan Inong Retno Gunanti. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 3, N0; 1-3 April, Agustus dan Desember 2004. Identifikasi Faktor yang Diduga Berhubungan dengan Kejadian Gondok pada Anak Sekolah Dasar di Daerah Dataran Rendah.
Sri Rusminah dan Inong Retno Gunanti. Jurnal GAKY Indonesia. Faktor yang Berhubungan dengan Ketersediaan Garam Beryodium di Tingkat Rumah Tangga.
R. Djokomoeljanto. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 3, N0; 1 Desember 2002. Evaluasi Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia.
R. Djokomoeljanto, dkk. Jurnal GAKY Indonesia Vol. 1, N0; 1 April 2002. Aspek Sosio-Kutural Pada Program Penanggulangan GAKY.
R. Djokomoeljanto. Jurnal GAKY Indonesia. Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium: Pengamatan Selama Seperempat Abad Terbukanya Kemungkinan Penelitian.